RSS Feed

Kepemimpinan Suami Atas Istri

Posted by Unknown

Al-Qur'an secara tegas menyatakan, kaum lelaki (suami) adalah pemimpin atas kaum perempuan (istri) karen Allah telah melebihkan sebagian mereka (lelaki atau perempuan) atas sebahagian yang lainnya (lelaki atau perempuan), dan karena mereka (suami) memberi nafkah dari harta mereka·····(Qs. An-nisa:34).

Sebelum mengemukakan arti kata "qawwamun" yang biasa diterjemahkan sebagai pemimpin, terlebih dahulu perlu ditegaskan bahwa, menurut ayat di atas, penugasan suami sebagai pemimpin disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Keistimewaan yang dimiliki oleh suami sebagai lelaki yang tidak dimiliki oleh istri selaku perempuan (meski ayat diatas juga mengakui dan mengisyaratkan adanya keistimewaan perempuan yang tidak dimiliki laki-laki).
2. Kewajiban para suami memberi nafkah kepada keluarganya.

Dalam karyanya Man: The Unknown, Alexis Carrel, Peraih hadiah nobel di bidang kedokteran, menekankan adanya perbedaan antara lelaki dan perempuan, bukan saja secara fisik tetapi juga secara psikis. Dalam bukunya "Huquq Al-Mar'ah Fi Al-Islam" Murtadha Muthahhri mengutip pendapat sekian banyak pakar dan psikolog barat, antara lain Prof. Reik, psikolog Amerika, tentang perbedaan sifat-sifat lelaki dan perempuan. Salah satu perbedaan yang di tonjolkan adalah bahwa lelaki senang untuk tampak dalam satu sikap setiap saat, sementara perempuan ingin tampak dalam bentuk manusia baru setiap hari. Ia menulis, wanita ingin bangun dari tidurnya setiap hari dengan wajah baru. Karena itu, tulisnya lebih jauh bahwa mudah bagi wanita mengubah gelar dan namanya sesuai gelar suaminya begitu dia menikah, sebagaimana tidak sulit baginya mengubah agama dan kewarganegaraannya demi pria yang dicintainya.

Agaknya, inilah sebabnya mode pakaian dan rambut wanita selalu berubah. Ini berbeda halnya dengan pria. Memang, banyak yang mengakui bahwa kaum perempuan, secara umum, sangatlah perasa dan sensitif, kalaulah enggan dikatakan emosianal. Ini berbeda dari pria. Anda boleh membayangkan bagaimana jadinya hubungan kekeluargaan jika dipimpin oleh seorang yang memiliki sifat-sifat seperti itu. Bukankah kepemimpinan memerlukan konsitensi, ketenangan dan tidak emosional.

Kita tentu harus mengakui bahwa ada saja perempuan yang tidak demikian. Ada saja istri yang lebih bijaksana, pandai, kaya dari suaminya. Akan tetapi, tuntunan agama atau ayat diatas berbicara tentang keadaan yang bersifat umum. Di sisi lain, kita harus menyadari bahwa kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap unit. Nabi saw berpesan "Tidak dibenarkan bagi tiga orang, walaupun di padang pasir, kecuali mereka mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin"HR. Imam Ahmad dari Abdullah Bin Amr.

Dengan demikian, kepemimpinan dalam rumah tangga sangatlah diperlukan, melebihi kepemimpinan dalam satu perusahaan yang hanya bergelut dengan angka-angka. Dalam rumah tangga, perasaan, cinta kasih, pembinaan dan pendidikan merupakan hal-hal yang mutlak. Disinilah pentingnya kepemimpinan. Al-Qur'an memilih suami atau ayah karena faktor-faktor tersebut dalam ayat diatas. Tentu, harus disadari bahwa kepemimpinan tidak berarti kesewenang-wenangan dan tanpa ada musyawarah dengan pasangan. Nabi juga bermusyawarah dan menerima usul-usul istri beliau, karena al-Qur'an berpesan kepada suami dan istri "······Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu·····Qs Ali Imran: 159 dan ·····mereka (istri-istri) adalah pakaian bagimu dan kamu (suami-suami) adalah pakaian bagi mereka·····Qs Al-Baqarah:187. Istri pun diberi tanggung jawab memimpin urusan rumah tangga dan sekaligus memelihara harta suaminya dengan cara mengatur keseimbangan belanja dan pendapatan.

Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa kemampuan istri dalam membiayai kehidupan rumah tangga tidaklah secaa otomatis mencabut hak kepemimpinan suami.

Di sisi lain harus diingat bahwa jika seorang istri yang tidak mampu dibiayai secara wajar kehidupan rumah tangganya oleh suaminya, maka dia diberi hak oleh agama untuk meminta diceraikan. Sekali lagi, bukan hanya faktor materi yang di pertimbangkan dalam pemberian hak kepemimpinan itu. Tetapi, yang lebih penting lagi adalah jaminan kelangsungan hidup keluarga. Memang, hak kepemimpinan bisa beralih kepada istri bila suami dalam keadaan tidak sehat pikiran atau mental.