RSS Feed

Niat Dalam Sholat

Posted by Unknown

Niat adalah kebulatan hati untuk melakukan ibadah guna mendekatkan diri kepada Allah semata. Inilah hakikat niat dan sekaligus di sini terdapat keikhlasan. Kebulatan hati ini dapat terpenuhi, walaupun tidak diucapkan. Karena itu, niat tidak harus diucapkan. Disepakati oleh ulama bahwa niat dalam sholat hukumnya wajib, berdasarkan antara lain firman Allah dalam Al-Qur'an "Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali beribadah kepada Allah dalam keadaan ikhlas memurnikan ketaatan kepada-Nya....QS. Al-Bayyinah, 5. Dan hadist Rasulullah yang sangat populer. "Sesungguhnya sahnya amal adalah niat." ada juga yang memaknai hadist ini dalam arti "sesungguhnya syarat kesempurnaan amal adalah adanya niat".

Menurut mazhab Hanafi dan Hambali dan pandangan mayoritas ulama bermazhab maliki, niat sholat adalah syarat dalam pengertian "tidak termasuk bagian dari sholat". Sementara itu, dalam mazhab Syafi'i dan sebagian ulama maliki, niat sholat wajib terpenuhi dalam sholat, yakni pada awal sholat. Karena itu, mereka menamainya rukun.

Mazhab Abu Hanifah mensyaratkan bersambungnya niat dengan takbirtul ihkram. Selain aktivitas berkenaan dengan sholat, tidak boleh ada sesuatu pun yang memisahkan antara niat dan takbir itu. Misalnya makan, minum, dan sebagainya. Kalau yang memisahkannya adalah amalan sholat seperti berwudhu dan pergi kemesjid itu masih berlaku, dan yang bersangkutan dapat mengerjakan sholat dengan mengucapkan takbir, meskipun ketika itu dia tidak berniat lagi. Anda lihat bahwa mazhab ini tidak mengharuskan niat bersamaan dengan takbir. Mazhab Hanbali juga mempunyai pandangan serupa di atas. Mereka hanya menggaris bawahi bahwa niat itu boleh dilakukan sebelum takbir, asal tidak ada tenggang waktu yang lama antara niat dan takbir.

Mereka beralasan bahwa menyatukan niat dengan takbir merupakan sesuatuyang menyulitkan, sementara Allah berfirman "Dia tidak menjadikan atas kamu dalam urusan agama sedikitpun kesulitan QS. Al-Hajj, 78. Mereka juga beralasan bahwa awal shalat adalah bagian dari sholat. Mazhab Maliki mewajibkan orang yang shalat untuk menghadirkan niat saat takbiratul ikhram, atau sesaat singkat sebelumnya. Sementara itu, para ulama mazhab Syafi'i mewajibkan terlaksananya niat bersamaan dengan aktivitas shalat sekurang-kurangnya di awal sholat. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah saat takbiratul ikhram. Sebab, yang disebut niat adalah maksud hati yang berbarengan dengan aktivitas. Jika maksud itu dihadirkan sebelum aktivitas, maka yang demikian itu bukan bukanlah niat, melainkan azam atau tekad. Sementara itu, yang dituntut adalah niat. Ini berarti bahwa niat harus bersamaan dengan takbiratul ikhram, bukan sebelumnya dan bukan pula sesudahnya. Karena itu, menurut pendapat sebagian ulama mazhab ini, jika seseorang melaksanakan sholat dengan mengucapkan niat, misalnya, "saya berniat shalat Allahu Akbar, saya berniat" maka ucapan "saya berniat" yang kedua ini membatalkan sholatnya, karena yang demikian ini adalah ucapan yang tidak dibenarkan dalam sholat

Beda Allah Dengan Tuhan

Posted by Unknown

Allah swt adalah nama bagi Dzat satu-satunya yang wajib wujud-Nya dalam arti selalu harus wujud. Dialah yang berhak disembah, sedangkan Tuhan adalah kata yang menunjukkan kepada apa pun yang disembah dan ditaati. Seperti dimaklumi, yang disembah oleh manusiaber macam-macam, seperti matahari, bintang, dan berhala. Maka semua itu dapat dinamai oleh penyembahnya sebagai tuhan. Bahkan Dzat yang wajib wujud-Nya pun (Allah) yang disembah kaum muslim dalam pengertian diatas adalah Tuhan. Memang, sementara pakar membedakan dalam penulisan antara Dzat yang wajib wujud-Nya dengan yang tidak wajib, yakni dengan menggunakan huruf 'T' (besar) untuk menunjukkan kepada Allah, dan selain-Nya menggunakan hurf 't' (kecil).

Menerjemahkan atau mengartikan secara tepat satu kalimat dalam satu bahasa ke bahasa lain, apalagi kalau ayat al-Qur'an tidaklah mudah, kalau enggan berkata mustahil. Itu sebabnya banyak ulama yang memilih istilah " terjemahan makna al-Qur'an " bukan " terjemahan al-Qur'an " untuk alih bahasa al-Qur'an ke bahasa yang lain. Menerjemahkan " bismillah" ke dalam bahasa Indonesia " dengan nama Tuhan " walaupun dapat di toleransi karena alasan diatas, pada hakikatnya ada terjemahan yang lebih baik dan tepat dari yang disebutkan itu. Allah seperti yang dijelaskan di atas adalah nama, yang tentunya nama tidak seharusnya diterjemahkan. Di sisi lain, kata " tuhan " bisa menunjukkan sekian banyak yang disembah dan berbeda-beda.

Memakai Tato

Posted by Unknown

Terdapat sekian banyak hadist yang melarang mencacah atau menato kulit, antara lain sabda Nabi Saw "Allah mengutuk pemakai tato dan pembuatnya, dan yang mencabut rambut wajahnya serta si pencabutnya, dan yang mengatur giginya yang mengubah ciptaan Allah".

Banyak ulama yang mengomentari larangan (kutukan) ini. Salah satu di antaranya adalah al-Qurthubi menafsirkan surah an-Nisa 119 dengan menyatakan bahwa larangan ini berlaku bagi yang melakukan hal-hal tersebut secara permanen karena yang demikian itu menurutnya merupakan perubahan terhadap ciptaan Allah, padahal Allah melarang mengubah ciptaan-Nya.

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha juga mengomentari hadist tersebut ketika menafsirkan ayat dalam surah an-Nisa di atas. Dia menulis dalam tafsirnya menyangkut kutukan terhadap yang memakai tato, sebagai berikut, 'Agaknya larangan yang begitu keras ini disebabkan mereka melampauwi batas dalam melakukan hal tersebut hingga mencapai tingkat pengubahan yang buruk (terhadap ciptaan Allah), dan menjadikan semua badan, apalagiyang tampak seperti muka dan tangan, berwarna biru kerana tato buruk itu. Hal itu masih ditambah, ketika itu dengan banyaknya tato yang menggambarkan sembahan-sembahan mereka dan sebagainya, sebagaimana yang di lakukan oleh orang-orang Nasrani dengan menggambar salib di tangan dan dada mereka. Adapun yang berkaitan dengan gigi, dengan meluruskannya atau memotong sedikit kalau panjang, maka tidak tampak di sini pengubahan yang memperburuk, bahkan dia lebih mirip dengan menggunting kuku dan mencukur rambut. Seandainya rambut dan kuku tidak memanjang selalu, maka tidak ada bedanya dengan gigi'.

Tentunya ini bukan berarti bahwa Rasyid Ridha membolehkan tato. Hanya saja ulama ini ingin memberikan makna mengapa sampai Nabi saw, mengutuknya dan tidak sekedar melarang. Memakai tato baik yang permanen maupun sementara, sebaiknya di hindari. Namun demikian, agama Islam tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya sehingga kalau bekas tato itu telah diusahakan untuk dihapus tetapi tidak berhasil, atau kerana yang bersangkutan tidak mampu memikul biaya menghapuskannya, maka insya Allah, Tuhan akan mengampuninya selama yang bersangkutan telah menyadari kesalahannya, bertekad untuk tidak mengulanginya lagi dan memohon ampunan-Nya. Shalatnya pun insya Allah akan diterima oleh-Nya.