Status Amal Muslim Yang Pernah Murtad
Posted byKita manusia, tidak dapat menyelami hati seseorang , tidak pula mampu mengetahui motif dan kadar keikhlasannya, karena itu kita hanya dapat memberi penilaian terhadap hal-hal lahiriah, bukan batiniah. Kaidah hukum yang menjadi pegangan seluruh ulama adalah "Kita memutuskan berdasarkan apa yang tampak, dan Allah yang mengurus rahasia-rahasia yang tersembunyi".
Allah swt, membuka pintu taubat bagi seluruh manusia, apapun dosa yang pernah silakukannya, walaupun dosa kemurtadan sekalipun. Pintu itu terbuka sampai sesaat sebelum nyawa setiap manusia meninggalkan jasadnya. Nabi bersabda "Allah menerima taubat seseorang sebelum dia bergar-ghar" HR. at-Tirmidzi. Ghar-ghar adalah suara yang biasa terdengar dari seseorang yang sedang atau akan keluar nyawanya dan yang terdengar bersumber dari kerongkongannya. Nah, jika demikian, dari segi hukum dan pandangan lahiriah, kita tidak dapat menolak siapapun jika bermaksud memeluk kembali agama Islam, kita pun hendaknya jangan bersangka buruk, karena kita tidak pernah membelah dadanya. Soal apa motivasinya, kita tidak perlu mempersoalkannya.
Pada sisi lain, perlu diingat bahwa al-Qur'an menegaskan "siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya" Qs. al-Baqarah 217.
Ayat ini didiskusikan kandungannya oleh ulama, antara lain menyangkut anak kalimat "lalu dia mati dalam kekafiran", yakni bila dia bertobat dan kembali memeluk Islam sebelum mati, apakah terhapus juga seluruh amalnya? sebagai contoh apabila yang bersangkutan sebelum murtad menunaikan ibadah haji, kemudia dia murtad, lalu masuk Islam lagi, apakah hajinya batal, sehingga dia harus berhaji lagi, atau amalan tersebut baru batal kalau dia mati? Imam Syafi'i berpendapat bahwa amalan tersebut tidak batal, karena anak kalimat di atas merupakan syarat dan dalam kasus di atas yang bersangkutan belum memenuhi syarat itu. Tetapi ada juga ulama yang tidak menilai anak kalimat tersebut sebagai syarat, dengan merujuk pada ayat lainyang tidak menyebut kandungan anak kalimat di atas, misalnya "Siapa yang kafir sesudah beriman, maka hapuslah amalan-amalannya dan di akhirat kelak ia termasuk orang-orang yang merugi" Qs. al- Maidah 5. Atau Firman-Nya "Sesungguhnya telah diriwayatkan kepadamu dan kepada Nabi-Nabi sebelum kamu, jika kamu mempersekutukan Tuhan maka niscaya akan hapus amalanmu" Qs. az-Zumar 65.
Sebagian besar ulama cenderung menguatkan paham yang menilai kalimat di atas sebagai syarat. Adapun ayat-ayat lainnya yang tidak bersyarat, maka berdasarkan kaidah jika ditemukan ayat yang berbicara tentang satu persoalan dengan tidak bersyarat, dan ditemukan ayat lain yang berbicara tentang persoalan tersebut dengan bersyarat, maka ayat yang tidak bersyarat harus dipahami berdasarkan ayat yang bersyarat itu.
0 komentar:
Posting Komentar